Lagu Terakhir Kali Dipakai Tanpa Izin
Grup musik Wijaya 80 mengambil langkah hukum setelah menemukan lagu mereka digunakan tanpa izin. Lagu berjudul Terakhir Kali diduga dipakai untuk kepentingan promosi oleh salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Penggunaan lagu tersebut ditemukan dalam sebuah video promosi aplikasi MyPertamina di platform TikTok. Video itu diunggah oleh akun resmi perusahaan dan digunakan sebagai materi pemasaran digital.
Wijaya 80 menilai pemakaian lagu tersebut melanggar hak cipta. Tidak ada izin tertulis, pembicaraan, maupun perjanjian lisensi yang disepakati sebelumnya.
Atas dasar itu, Wijaya 80 secara resmi mengajukan aduan ke Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI). Aduan tersebut tercatat dengan nomor registrasi 469/PPBB/XII/2025.
Langkah Hukum Demi Melindungi Hak Pencipta
Kuasa hukum Wijaya 80, Andhika Djemat, membenarkan laporan tersebut. Ia menegaskan bahwa langkah ini diambil untuk melindungi hak pencipta lagu dan pemilik hak terkait.
Menurut Andhika, lagu Terakhir Kali diciptakan oleh Hezky Joe, salah satu personel Wijaya 80. Hak ekonomi dan hak moral atas karya itu wajib dilindungi sesuai undang-undang.
“Kami mengajukan pengaduan dugaan pelanggaran hak cipta. Lagu Terakhir Kali digunakan tanpa izin untuk kepentingan komersial,” ujar Andhika di gedung Kemenkumham, Rabu (17/12/2025).
Ia menambahkan bahwa kliennya bertindak berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Setiap pemanfaatan karya untuk tujuan komersial wajib mendapat izin.
Kronologi Awal Penemuan Pelanggaran
Kasus ini bermula saat manajemen Wijaya 80 menemukan video promosi di TikTok. Video tersebut menggunakan lagu Terakhir Kali sebagai latar musik utama.
Video diunggah oleh akun resmi Pertamina Patra Niaga. Konten itu dibuat untuk mempromosikan aplikasi MyPertamina kepada publik.
Yang menjadi sorotan, lagu tersebut tidak hanya diputar. Liriknya juga diubah agar sesuai dengan pesan iklan yang disampaikan.
Hal ini disampaikan langsung oleh personel Wijaya 80, Erikson Jayanto. Ia menyebut lagu tersebut dikemas dalam bentuk parodi.
“Lirik aslinya diubah. Konsepnya seperti bercanda, tapi tetap memakai struktur lagu kami,” ujar Erikson.
Parodi Dinilai Tetap Melanggar Hak Cipta
Menurut pihak Wijaya 80, parodi tetap termasuk bentuk penggunaan karya. Terlebih, video tersebut digunakan untuk kepentingan promosi produk.
Penggunaan karya tanpa izin, baik utuh maupun diubah, tetap masuk kategori pelanggaran. Apalagi jika dilakukan oleh institusi besar dan bersifat komersial.
Wijaya 80 menilai tindakan tersebut berpotensi merugikan pencipta lagu. Selain hak ekonomi, hak moral pencipta juga dianggap terabaikan.
Hak moral mencakup hak untuk menjaga keutuhan karya. Termasuk larangan mengubah lirik tanpa persetujuan pencipta.
Upaya Damai Sudah Dilakukan
Sebelum menempuh jalur pengaduan resmi, Wijaya 80 telah mencoba menyelesaikan masalah secara persuasif. Pihak kuasa hukum mengirimkan dua kali somasi.
Selain itu, pertemuan juga sempat dilakukan dengan pihak terkait. Namun, hingga batas waktu tertentu, belum ada penyelesaian yang jelas.
“Sudah ada pertemuan. Namun, belum ada kesepakatan konkret. Hanya sebatas janji,” kata Andhika.
Karena tidak ada kepastian, Wijaya 80 akhirnya memilih jalur hukum. Aduan ke DJKI dianggap sebagai langkah terakhir yang perlu diambil.
Hak Cipta dan Tantangan di Era Digital
Kasus ini menyoroti tantangan perlindungan hak cipta di era media sosial. Banyak karya musik digunakan secara bebas tanpa izin.
Platform digital membuat distribusi konten semakin cepat. Namun, kesadaran terhadap hak cipta sering kali tertinggal.
Musisi kerap berada di posisi lemah. Karya mereka mudah dipakai untuk promosi, iklan, atau konten viral.
Wijaya 80 berharap kasus ini menjadi pembelajaran. Baik bagi pelaku industri maupun institusi besar.
Harapan Wijaya 80 ke Depan
Wijaya 80 menegaskan bahwa langkah hukum ini bukan untuk mencari sensasi. Mereka ingin menegakkan prinsip keadilan bagi pencipta karya.
Grup ini berharap ada penyelesaian yang adil dan transparan. Termasuk pengakuan atas hak ekonomi dan hak moral.
“Kami ingin hak pencipta dihormati. Bukan hanya untuk kami, tapi juga untuk musisi lain,” ujar Erikson.
Kasus ini diharapkan menjadi pengingat pentingnya izin dan lisensi. Terutama dalam penggunaan musik untuk kepentingan komersial.
Penegakan Hak Cipta sebagai Fondasi Industri Musik
Industri musik yang sehat membutuhkan kepastian hukum. Hak cipta adalah fondasi utama keberlangsungan kreativitas.
Tanpa perlindungan yang kuat, musisi akan dirugikan. Inovasi dan karya orisinal bisa terhambat.
Langkah Wijaya 80 menunjukkan sikap tegas. Mereka memilih melindungi karya, bukan membiarkan pelanggaran berlalu.
Ke depan, publik menanti bagaimana DJKI menangani aduan ini. Hasilnya akan menjadi preseden penting bagi industri kreatif Indonesia.
Baca Juga : Lirik Lagu Feel Koplo Terpopuler yang Bikin Goyang Tanpa Henti
Jangan Lewatkan Info Penting Dari : dapurkuliner


More Stories
Nyaris Menyerah, Denny Bangkit Lewat Lagu Istimewa
Lirik Lagu Feel Koplo Terpopuler yang Bikin Goyang Tanpa Henti
10 Lagu Hari Ibu dengan Lirik Menyentuh dan Penuh Kasih